Assalamualaikum WBT Tuan Ustaz...Posting dari sahabat salah satu group FB..Apakah benar kenyataan ini ustaz?
- Ummi Zainab Hamzah.
Jawapan :
Waalakaumussalam Ummi Zainab Hamzah, sebutan tersebut boleh di tulis :
"Inna Lillahi wa inna ilaihi raji'un" atau Innaa lillahi wa innaa ilayhi rooji'uun"
maknanya sama saja " Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nyalah tempat kembali. (Surah al-Baqarah ayat 156)
Soalan no. 57.
Assalamualaikum. Kadang-kadang tertanya dalam hati saya bagaimana dengan situasi di mana seorang suami yang meninggal dunia dan kemudiannya si isteri layak menerima wang pencen. Wang pencen tersebut digunakan untuk menyara kehidupan si isteri seterusnya. Walhal, si suami ada hutang wajib & hal sunat yg harus dilunaskan, cthnya; fidyah & upah haji,. dan lain-lain lagi. Bagaimana harus hal ini kita atasi dengan bijaksana.?
- Mustofa Yaacob.
Jawapan :
Waalakaumussalam Mustofa Yaacob : Jika seorang suami meninggal dunia maka harta peninggalan beliau perlulah di selesaiakan beberapa perkara :
1. hutang piutangnya sesama manusia.
2. wasiatnya,
3. nazarnya (jika ada)
4. fidyahnya.
5. upah hajinya jika dia belum menunaikan fardu haji.
Jika ada simpanannya di KWSP, Tabung Haji, Takaful. Simpanan peribadi semuanya perlu di gunakan untuk selesaikan urusan peribadinya yang belum selesai.
Wang pencen yang di terima setiap bulan oleh bekas isteri adalah tak termasuk wang yang perlu di faraidkan tetapi bekas isteri kena membatu suami yang masih tertanggung hutang di dunia. Hutang yang tak di selesaikan menyebabkan roh arwah tidak tenang di alam barzakh. Anak-anak arwah perlu membantu arwah bapanya untuk selesaikan hutang-hutang tersebut.
Soalan no. 58.
Ustaz, bagaimanakah caranya membezakan ibadah dan bid'ah? Dan bagaimana pula dengan penganjuran pertandinagn tilawah Quran yg mana lbh kpd perebutan hadiah..
- Ibnu Yusuf Ibni Na'imah.
Jawapan :
Assalamualikum Ibnu Yusuf Ibni Na'imah : Definisi Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan solat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Surah Adz-Dzaariyaat ayat 56-58]
Bid'ah :
Kita sering mendengar perkataan bid'ah yang terdapat di dalam hadis-hadis sahih daripada Nabi SAW. Terdapat banyak tafsiran mengenai erti bid'ah. Ada pendapat yang yang terlalu ekstrim yang menghukumkan semua perkara baru yang tidak dilaksanakan oleh Nabi SAW adalah bid'ah yang sesat tanpa merujuk kepada kaedah usul fiqh yang terdapat dalam ajaran Islam sendiri. Hingga menyebabkan kekeliruan dan timbul perpecahan dan perselisihan pendapat yang menimbulkan ketegangan dikalangan umat Islam.
Ada beberapa pendekatan yang dilakukan oleh para ulama dalam mendefinisikan bid’ah. Perbedaan cara pendekatan para ulama disebabkan, apakah kata bid’ah selalu merujuk dengan kesesatan, atau bergantung kepada sesuatu keadaan dalam ajaran Islam?
Hal ini disebabkan erti bid’ah secara bahasa adalah : "Sesuatu yang asing, tidak dikenal pada zaman Rasulullah SAW."
Sehingga pengertian bid’ah yang sesat yang dimaksudkan adalah: "Segala bentuk perbuatan atau keyakinan yang bukan dari ajaran Islam, dikesankan seolah-olah sebahagian dari ajaran Islam, seperti Ajaran Qadiyani, kaum Mu’tazilah, Qodariyah, Syi’ah, Golongan anti hadis, SIS (yang mempertikaikan poligami dan harta pusaka menurut Islam), termasuk pula kumpulan Islam Liberal dan lain-lain."
Imam ‘Izzuddin bin ‘Abdus Salam sebagaimana disebutkan dalam kitab Tuhfatul akhwadzi juz 7 hal 34 menyatakan: “Apabila pengertian bid’ah ditinjau dari segi bahasa, maka terbagi menjadi lima hukum :
Haram, seperti keyakinan kaum Qodariyah, Mu’tazilah, Syi'ah dan Qadiyani dan lain-lain.
1. Makruh, seperti membuat hiasan-hiasan dalam masjid.
2. Wajib, seperti belajar ilmu nahu bahasa arab dan tajwid.
3. Sunnah, seperti membangun sekolah agama, maahad tahfiz atau madrasah.
4. Harus, seperti bersalaman setelah solat.
Menurut Imam ‘Izzuddin, “Segala kegiatan keagamaan yang tidak terdapat pada zaman Rasulullah SAW, hukumnya bergantung pada salah satu kaidah hukum Islam iaitu haram, makruh, wajib, sunnah, atau harus. Sebagai contoh, belajar ilmu nahu (bahasa arab) untuk memahami ilmu syariat Islam yang wajib, maka hukum belajar ilmu nahu (bahasa arab) menjadi wajib.”.(Risalatu Ahli as-Sunnah wa al-Jama’ah hal. 6-8.)
Penjelasan tentang bid’ah boleh kita ketahui dari dalil-dalil berikut :
Hadis riwayat Sayyidatina Aisyah :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ. رواه مسلم
“Dari ‘Aisyah r.a, dia berkata : "Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda maksudnya : "Barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan yang tiada perintah kami atasnya, maka amal itu ditolak” (Hadis Sahih Riwayat Muslim).
Hadis ini sering dijadikan dalil untuk melarang semua bentuk perbuatan yang tidak pernah dilaksanakan pada masa Nabi SAW. Padahal maksud yang sebenarnya bukanlah seperti itu.
Para ulama menyatakan bahawa hadis ini sebagai larangan dalam membuat-buat hukum baru yang tidak pernah dijelaskan dalam al-Quran ataupun hadis, baik secara jelas atau isyarat, samada dalam bentuk ibadah khusus atau hukum hakam yang mencakupi hukum hudud, qisas dan takzir.
Oleh karena itu, ulama membuat beberapa kriteria dalam permasalahan bid’ah ini, iaitu :
Pertama, jika perbuatan itu memiliki dasar dalil-dalil syar’i yang kuat, baik yang berbentuk juz’i (cabang) atau umum, maka bukan tergolong bid’ah. Namun jika tidak ada dalil yang dapat dibuat sandaran, maka itulah bid’ah yang dilarang.
Kedua, memperhatikan pada ajaran ulama salaf (ulama pada abad l, ll dan lll Hijrah.). Apabila sudah diajarkan oleh mereka, atau memiliki landasan yang kuat mengikut kaedah Islam yang mereka buat, maka perbuatan itu bukan tergolong bid’ah.
Ketiga, dengan jalan qiyas. Yakni, mengukur perbuatan tersebut dengan beberapa amaliyah yang telah ada hukumnya dari nash al-Quran dan hadis. Apabila perbuatan tersebut haram, maka perbuatan baru itu tergolong bid’ah muharromah (bid'ah haram) . Apabila memiliki mirip dengan yang wajib, maka perbuatan baru itu tergolong wajib. Dan begitu seterusnya samaada sunat atau makruh. (Risalatu Ahli as-Sunnah wa al-Jama’ah hal.6-7.)
2. Hadis riwayat Ibn Mas’ud :
عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ, أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَلاَ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ شَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. رواه ابن ماجه
“Dari ‘Abdullah bin Mas’ud. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda maksudnya : “ Ingatlah, berhati-hatilah kalian, jangan sampai membuat hal-hal baru. Kerana perkara yang paling buruk adalah membuat hal baru . dan setiap perbuatan yang baru itu adalah bid’ah. Dan semua bid’ah itu sesat (dolalah).” (Hadis Riwayat Ibnu Majah) .
Hadits inipun sering dijadikan dasar dalam memvonis bid’ah segala perkara baru yang tidak ada pada zaman Rasulullah SAW, para sahabat atau tabi’in dengan pertimbangan bahwa hadis ini menggunakan kalimat kullu (semua), yang secara lahiriahnya seolah-olah diertikan semuanya atau seluruhnya.
Namun, dalam memahami makna hadis ini, khususnya pada kalimat وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ, terdapat perbedaan pandangan pandangan di kalangan ulama.
Pertama, ulama memandang hadis ini adalah kalimat umum namun dikhususkan hanya pada sebagian saja (عام مخصوص البعض ), sehingga makna dari hadis ini adalah “bid’ah yang buruk itu sesat” .
Hal ini didasarkan pada kalimat kullu, kerana pada hakikatnya tidak semua kullu bermaksud seluruh atau semua, adakalanya ianya bermaksud kebanyakan (sebagian besar). Sebagaimana contoh-contoh berikut :
Firman Allah SWT dalam surah al-Anbiya’ ayat 30 :
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
“Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (Surah al-Anbiya’ ayat 30) .
Meskipun ayat ini menggunakan kalimat kullu, namun tidak berarti semua makhluk hidup diciptakan dari air. Sebagaimana disebutkan dalam ayat al-Qur’an berikut ini:
وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ
“Dan Allah SWT menciptakan Jin dari percikan api yang menyala”.
(Surah ar-Rahman ayat 15.)
Begitu juga para malaikat, tidaklah Allah ciptakan dari air.
Hadits riwayat Imam Ahmad :
عَنِ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ
Dari al-Asyari berkata: “ Rasulullah SAW bersabda: “ setiap mata berzina” (musnad Imam Ahmad)
Sekalipun hadis di atas menggunakan kata kullu, namun bukan bermakna keseluruhan/semua, akan tetapi bermakna sebagian, iaitu mata yang melihat kepada ajnabiyah (bukan mahram).
Kedua, ulama menetapkan sifat umum dalam kalimat kullu, namun mengarahkan pengertian bid’ah secara syar’iyah iaitu perkara baru yang tidak didapatkan di masa Rasulullah SAW, dan tidak ada sandarannya sama sekali dalam usul hukum syariat.
Telah kita ketahui bahwa perkara yang bertentangan dengan syariat baik secara umum atau isi yang terkandung di dalamnya, maka haram dan sesat. Dengan demikian, makna hadis di atas adalah setiap perkara baru yang bertentangan dengan syariat adalah sesat, bukan bererti semua perkara baru adalah sesat walaupun tidak bertentangan dengan syai’at.
Oleh karena itu, jelas sekali bahwa bukan semua yang tidak dilakukan di zaman Nabi adalah sesat. Terbukti, para sahabat juga melaksanakan atau mengadakan perbuatan yang tidak ada pada masa Rasulullah SAW. Misalnya, usaha menghimpun dan membukukan al-Quran, menyatukan jama’ah tarawih di masjid, azan Jumaat dua kali dan lain-lain.
Sehingga, apabila kalimat kullu di atas diertikan keseluruhan, yang bermaksud semua hal-hal yang baru tersebut sesat dan dosa. Ini bermakna para sahabat telah melakukan kesesatan dan perbuatan dosa secara bersama.
Padahal, sejarah telah membuktikan bahawa mereka adalah orang-orang pilihan yang tidak diragukan lagi keimanan dan ketakwaannya. Bahkan diantara mereka sudah dijamin sebagai penghuni syurga.
Oleh kerana itu, sungguh tidak dapat diterima akal, kalau para sahabat Nabi SAW yang begitu agung dan begitu luas pengetahuannya tentang al-Quran dan hadis tidak mengetahuinya, apalagi tidak mengindahkan larangan Rasulullah SAW. (Mawsu’ah Yusufiyyah juz ll hal 488.)
Oleh itu dapatlah kita simpulkan bahawa bid'ah yang sesat (dolalah) adalah seperti berikut :
1. Mengambil dan menggantikan hukum-hukum Allah SWT kepada hukum ciptaan manusia. (samaada hukum qisas, hudud dan takzir). Salah satu contoh bid'ah sesat adalah membuat tuduhan seseorang berzina dengan tidak membawa 4 orang saksi yang adil dan menggantikan dengan sumpat laknat. Sumpah laknat dalam ajaran Islam (bab tuduhan zina) hanya berlaku diantara suami dan isteri sahaja di panggil sumpah li'an.
Dalil Sumpah Li'an, firman Allah SWT maksudnya : "Dan orang-orang yang menuduh isterinya berzina, sedang mereka tidak ada saksi-saksi (yang mengesahkan tuduhannya itu) hanya dirinya sendiri, maka persaksian (sah pada syarak) bagi seseorang yang menuduh itu hendaklah ia bersumpah dengan nama Allah, empat kali, bahawa sesungguhnya ia dari orang-orang yang benar; - Dan sumpah yang kelima (hendaklah ia berkata): Bahawa laknat Allah akan menimpa dirinya jika ia dari orang-orang yang dusta.
Dan bagi menghindarkan hukuman seksa dari isteri (yang kena tuduh) itu hendaklah ia bersumpah dengan nama Allah, empat kali, bahawa suaminya (yang menuduh) itu sesungguhnya adalah dari orang-orang yang berdusta; - Dan sumpah yang kelima (hendaklah ia berkata); Bahawa kemurkaan Allah akan menimpa dirinya jika suaminya dari orang-orang yang benar. (Surah an-Nuur ayat 6-9)
2. Membawa ajaran sesat yang didakwah daripada ajaran Islam seperti ajaran Qodariyah, Mu’tazilah, Syi'ah dan Qadiyani atau pun kumpulan sesat lain seperti kumpulan anti hadis, kumpulan NGO Wanita menentang poligami dan hukum faraid, kumpulan Islam Liberal dan lain-lain. Salah satu contoh bid'ah sesat yang dibawa oleh ajaran Sy'iah adalah menghalalkan nikah mut'ah (nikah kontrek) sedangkan nikah ini sudah dimansuhkan hukumnya dan menyeksa diri semasa Hari Asyura.
3. Mengamalkan adat istiadat jahiliah yang bertentangan dengan ajaran Islam seperti tolak bala dengan mandi safar, mempercayai nombor-nombor tertentu bawa sial atau bawa untung, bersanding dalam majlis perkahwinan (adat hindu), mempercayai amalan-amalan kurafat seperti membina bangunan di kuburan , mempercayai roh orang mati boleh balik kerumah, berdoa dimakam orang alim dan bayar nazar (di makam orang alim dengan meletakkan pulut kuning dan sebebagainya) dan lain-lain lagi.
Amalan-amalan berikut tidak termasuk perkara bid'ah sesat (dolalah) :
1. Membukukan kitab suci al-Quran dizaman Sayyidina Othman r.a
2. Solat sunat tarawih Ramadan berjemaah semasa zaman Khalifah Umar al-Khattab sebanyak 20 rekaat.
3. Hukum hudud kerana minum arak di sebab sebanyak 80 kali dizaman Saidina Umar. (40 hukum asal dan 40 lagi hukum takzir)
4. Mengadakan majlis Maal Hijrah dan Maulidur Rasul. (Sambutan Maulidur Rasul dimulakan dizaman Sallehuddin al-Ayubi)
5. Berzikir dan berdoa secara beramai-ramai selepas solat fardu.
6. Menghadiahkan bacaan al-Quran dan berdoa untuk orang yang sudah meninggal dunia.
Berlaku perbezaan pendapat di kalangan para ulama tentang adakah sampai kepada mayat pahala bacaan Al-Quran atau zikir kepadanya ataupun tidak. Majoriti mengatakan sampai pahala tersebut.
Ibnu Hajar Al-Haitami menjelaskan di dalam Fatwa Kubranya (bab wasiat, jilid 4, m/s 20): “ Adapun berdoa untuk disampaikan seumpama pahala kepada orang lain (simati) maka tiada mengapa kerana ianya terdiri daripada perbuatan berdoa bagi saudara muslim tanpa kehadirannya (tanpa pengetahuannya). Banyak hadis-hadis yang menunjukkan di atas dimakbulkan doa ini (doa bagi saudara muslim tanpa pengetahuannya) dan selainnya. Lebih-lebih lagi, tidak terdapat larangan padanya maka tiada ada satupun alasan untuk menegahannya.”
7. Membaca talkin untuk simati dan membuat kenduri tahlil untuk mendoakan simati (ulama di Nusantara (Malaysia, Indonesia, Thailand, Singapura dan Berunai) mengatakan perkara tersebut bukan bid'ah sesat walaupun amalan tersebut tidak dilakukan oleh Nabi SAW. Terdapat perselisihan ulama dalam perkara ini) yang dilarang adalah menetapkan hari ke 7, 40 dan 100 untuk membuat kenduri tahil tersebut.
Oleh itu marilah sama-sama kita beramal denga sunah Rasulullah SAW dan meninggalkan perbuatan dan amalan bid'ah yang sesat (dolalah). Kerana amalan yang sunnah jelas dan yang haram (bid'ah) juga jelas di antara yang halal dan haram ada amalan-amalan yang syubhah, sesiapa yang meninggalkan amalan yang syubhah bermakna dia menjaga agamanya. Semoga kita dipelihara oleh Allah SWT menjadi hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa.
Bagaimana pula dengan penganjuran pertandingan tilawah Quran yang mana lebih kepada perebutan hadiah..? Ulama berselisih pendapat ada yang melarangnya dan ada yang mengharuskannya. Majlis Fatwa Negeri Perlis melarangnya. Jawatankuasa Syariah Negeri Perlis telah membuat keputusan seperti berikut: Jawatankuasa Syariah yang bersidang pada hari ini bersetuju sebulat suara memutuskan bahawa majlis perujian tilawah al-Quran seperti yang ada diadakan sekarang hendaklah diberhentikan. Majlis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Perlis (MAIPs) dan Jabatan Agama Islam Perlis (JAIPs) tidak patut mengambil bahagian untuk tujuan tersebut demi menjaga nama baik MAIPs dan JAIPs dari tohmahan masyarakat.
Oleh yang demikian Kerajaan Negeri Perlis tidak dibolehkan menghantar wakilnya menyertai Majlis Perujian Tilawah Al-Quran Peringkat Kebangsaan. Ulama yang mengharuskan pula menyatakan pertandingan tilawah diadakan bertujuan untuk menggalakkan umat islam untuk sentiasa membaca al-Quran dan mempelajari maksud serta hukum-hukum bacaan yang terdapat didalam Al-Quran.
Amalan seseorang bergantung kepada niatnya, jika dia masuk tilawah al-Quran untuk mengejar hadiah bukan kerana Allah SWT maka dia tak akan mendapat pahala, tetapi jika tujuannya untuk membaiki mutu bacaan al-Quran, untuk dapat berinteraksi dengan umat Islam di negara luar (perpaduan umat Islam) akan mendapat pahala.Daripada Umar ibn al-Katthab r.a. beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW.bersabda maksudnya : "Bahawa sesungguhnya setiap amalan itu bergantung kepada niat, dan bahawa sesungguhnya bagi setiap orang apa yang dia niatkan.." (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)
Soalan. no. 59.
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Mohon pencerahan mengenai hadis Ini
- Mohd Zuki Seman
Jawapan :
Waalakaumusslaam warahmatulahi wabarakatuh : Mohd Zuki Seman. Sabda Rasulullah SAW maksudnya, "Apabila kamu mendengar ayam berkokok, maka mohonlah anugerah-Nya, kerana ayam itu melihat malaikat." (Hadis Sahih Riwayat Bukhari no. 3303, Muslim no. 2729, al-Tarmizi no. 3459 dan al-Nasa'i no. 944 , dalam Amal ai- Yaum wa al- Lailah.
Doa yang baik di baca semasa ayam berkokok :
1. Nabi S.A.W. mengajarkan agar sentiasa berdoa tanda pengharapan dan pergantungan kita kepada Allah S.W.T. salah satu doa yang sering baginda ucapkan yang maksudnya : "Ya Allah, perbaikilah agamaku kerana ia merupakan pangkal urusanku, perbaikilah duniaku kerana ia merupakan penghidupanku, perbaikilah akhiratku kerana ia merupakan tempat kembaliku, dan jadikanlah hidup sebagai kesempatan untuk menambah setiap kebaikanku, dan jadikanlah mati sebagai pelepas diriku dari setiap kejahatan." (Hadis Riwayat Muslim)
2. Rasulullah SAW mengajarkan untuk kita berdoa: "‘Ya Allah, Engkaulah Tuhanku. Tidak ada Tuhan kecuali Engkau. Engkau telah menciptakan diriku, sedangkan aku adalah hamba-Mu dan aku berada di atas perjanjian-Mu sebatas kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan perbuatanku. Aku mengakui nikmat yang Engkau limpahkan kepadaku dan mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah aku, kerana tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.”(Hadis riwayat Bukhari).
3. Firman Allah S.W.T. yang bermaksud : “Dan di antara mereka ada yang berdoa ; ‘Ya Tuhan kami kurniakanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari seksa api Neraka.” (Surah al-Baqarah ayat 201)
Soalan no. 60.
Assalamualikum, ustaz saya minta pencerahan jika seseorang hendak bertaubat bagaimanakan cara-cara taubat yang betul?. Kerana ramai orang bertaubat tetapi mereka ulang balik dosa lama yang mereka kerjakan seolah-olah mempermainkan taubat. Terima kasih.
- Pendakwah Khalifah.
Jawapan :
Waalakaumussalam Pendakwah Khalifah : Taubat berasal dari kata "tawaba" dalam bahasa Arab menunjukkan makna pulang dan kembali. Sedangkan taubat kepada Allah SWT berarti pulang dan kembali ke haribaan-Nya serta tetap di pintu-Nya.
Maksud taubat adalah kembali kepada Allah setelah melakukan maksiat atau dosa. Taubat marupakan rahmat Allah yang diberikan kepada hambaNya agar mereka dapat kembali kepada-Nya. Firman Allah yang bermaksud :
“Wahai orang-orang Yang beriman! bertaubatlah kamu kepada Allah Dengan " taubat Nasuha", Mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapuskan kesalahan-kesalahan kamu dan memasukkan kamu ke Dalam syurga Yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, pada hari Allah tidak akan menghinakan Nabi dan orang-orang Yang beriman bersama-sama dengannya; cahaya (iman dan amal soleh) mereka, bergerak cepat di hadapan mereka dan di sebelah kanan mereka (semasa mereka berjalan); mereka berkata (ketika orang-orang munafik meraba-raba Dalam gelap-gelita): "Wahai Tuhan kami! sempurnakanlah bagi Kami cahaya kami, dan Limpahkanlah keampunan kepada kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu". (Surah At-Tahrim ayat 8)
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam kitab tafsirnya :
"Artinya adalah, taubat yang sebenarnya dan sepenuh hati, akan menghapus keburukan-keburukan yang dilakukan sebelumnya, mengembalikan keaslian jiwa orang yang bertaubat, serta menghapus keburukan-keburukan yang dilakukannya."
Hasan Al Bashri berkata : “Taubat adalah jika seorang hamba menyesal akan perbuatannya pada masa lalu, serta berjanji untuk tidak mengulanginya.”
Al Kulabi berkata : “Yaitu agar meminta ampunan dengan lidah, menyesal dengan hatinya, serta menjaga tubuhnya untuk tidak melakukannnya lagi.”
Sa'id bin Musayyab berkata : “Taubat nasuha adalah: agar engkau menasihati diri kalian sendiri.”
Dari pendapat yang diberikan di atas bahawa taubat nasuha itu adalah taubat yang sebenarnya dan tidak lagi mengulangi kesalahan yang dilakukan. Taubat nasuha dilakukan dengan penuh penyesalan atas segala dosa yang dilakukan. Allah menerima orang yang bertaubat bersungguh-sungguh dan tidak lagi mengulangi perbuatan dosa tersebut. Manakala orang yang bertaubat kemudia masih melakukan perbuatan dosa tersebut tidak dinamakan sebagai taubat nasuha.
Ada manusia beranggapan buatlah dosa duhulu nanti kita boleh taubat pada masa tua nanti. Kalau dan bertaubat tidak mengapa, kalau tidak berkesempatan untuk bertaubat maka padah nanti di hari akhirat. Lagipun taubat sebegini diibaratkan tidak ikhlas dengan Allah, sebab orang tersebut masih berkeinginan untuk melakukan dosa. Jangan berlengah-lengah untuk bertaubat, kerana orang yang melengahkan taubat ini adalah orang yang jahil, sombong, tidak sedar diri dan zalim kepada dirinya. Firman Allah yang bermaksud :
“ Dan ingatlah, sesiapa Yang tidak bertaubat (daripada perbuatan fasiknya) maka merekalah orang-orang Yang zalim.” (Surah Al-Hujurat ayat 11)
Syarat-syarat Taubat
Mengikut Manhaj Salaf as-Soleh, antara syara-syarat taubat yang wajib dipenuhi agar taubat di terima oleh Allah :
1. Berazam dan bertekad untuk meninggalkan (tidak akan mengulangi lagi) perbuatan dosa yang telah dilakukan.
2. Kesal (menyesali) dan berduka di dalam hati terhadap perbuatan dosa yang dibuat.
3. Bersegera meninggalkan dosa yang telah dilakukan semata-mata kerana Allah.
Jika dosa yang dilakukan berkaitan dengan orang lain, syaratnya ia wajib membebaskan dirinya dari hak yang bukan miliknya untuk dikembalikan kepada yang berhak atau minta dihalalkan, ini bererti jika berupa harta benda wajib dikembalikan. Jika berupa fitnah, ghibah (umpatan), penghinaan, cacian, kutukan, laknat dan kezaliman, maka wajib meminta maaf daripada orang tersebut terutama terhadap kezaliman yang dilakukan kepadanya.
Cara-Cara Bertaubat
1. Menyedari besarnya dosa yang dilakukan sehingga menyesalinya dan menggeruni balasannya yang akan tertimpa diakhirat kelak jika tidak bertaubat, sebagaimana sabda Rasullullah saw : “Menyesali (dosa) itu adalah taubat”. (Riwayat Ahmad dan Ibn Majah)
2.Berniat serta berusaha sedaya upaya menjauhi dan meninggalkan dosa yang telah dilakukan dan bertekad tidak akan mengulanginya lagi.
3. Meninggalkan setiap apa yang dibenci dan diharamkan oleh Allah zahir dan batin, lantas beralih kepada yang dicintai dan diredhaiNya.
4. Bertaubat dengan taubat nasuha sebagaimana firman Allah : “Wahai orang-orang Yang beriman! bertaubatlah kamu kepada Allah Dengan taubat Nasuha, Mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapuskan kesalahan-kesalahan kamu dan memasukkan kamu ke Dalam syurga Yang mengalir di bawahnya beberapa sungai” (At-Tahrim : 8)
Hukum Taubat
Ketahuilah bahawa hukum bertaubat adalah wajib kepada semua umat Islam untuk memohon keampunan kepada Allah atas segala kesalahan yang dilakukan. Firman Allah yang bermaksud :
“Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (Surah An-Nur ayat 31)
Sabda Rasulullah saw yang bermaksud :
“Wahai sekalian manusia bertaubatlah kalian kepada Allah, karena sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah seratus kali dalam sehari.” (Hadis Riwayat Al-Bukhari)
Manusia tidak pernah sunyi melakukan kesalahan, kerana manusia dibekalkan nafsu sentiasa suka kepada perkara yang lazat atau keseronokan. Maka di sini, taubat adalah wajib dan fardhu ain kepada semua umat Islam. Taubatlah cara untuk menghapuskan dosa dan diampunkan Allah atas segala kesalahan yang dilakukan. Sebagai muslim yang baik, marilah kita sentiasa memohon taubat kepada Allah, supaya segala kesalahan kita diampunkan.
Penutup
Taubat adalah kembali kepada Allah atau menyesali atas segala perbuatan dosa yang dilakukan selama ini. Ia bermunajat kepada Allah dan penuh keinsafan dan penyesalan atas segala dosa yang dilakukan. Taubat kepada mesti dengan sebenar-benar taubat, kerana orang yang tidak ikhlas taubatnya tidak akan diterima oleh Allah. Taubatlah dengan secepat yang mungkin dan jangan berlengah-lengah kalau kita menyedari telah melakukan kesalahan. Orang yang melengah-lengahkan taubat adalah orang yang sombong dengan Allah dan tidak takut dengan azab Allah yang sangat dahsyat. Sentiasalah bermuhasabah diri kita dan sentiasalah beristiqfar dan memohon ampun kepada Allah, mudah-mudahan Allah menerima taubat kita.
Akhir sekali saya datangkan kata-kata Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin seperti berikut :
"Sedangkan ilmu adalah, mengetahui besarnya bahaya dosa, dan ia adalah penghalang antara hamba dan seluruh yang ia senangi. Jika ia telah mengetahui itu dengan yakin dan sepenuh hati, pengetahuannya itu akan berpengaruh dalam hatinya dan ia merasakan kepedihan karena kehilangan yang dia cintai. Karena hati, ketika ia merasakan hilangnya yang dia cintai, ia akan merasakan kepedihan, dan jika kehilangan itu diakibatkan oleh perbuatannya, niscaya ia akan menyesali perbuatannya itu. Dan perasaan pedih kehilangan yang dia cintai itu dinamakan penyesalan. Jika perasaan pedih itu demikian kuat berpengaruh dalam hatinya dan menguasai hatinya, maka perasaan itu akan mendorong timbulnya perasaan lain, yaitu tekad dan kemauan untuk mengerjakan apa yang seharusnya pada saat ini, kemarin dan akan datang. Tindakan yang ia lakukan saat ini adalah meninggalkan dosa yang menyelimutinya, dan terhadap masa depannya adalah dengan bertekad untuk meninggalkan dosa yang mengakibatkannya kehilangan yang dia cintai hingga sepanjang masa. Sedangkan masa lalunya adalah dengan menebus apa yang ia lakukan sebelumnya, jika dapat ditebus, atau menggantinya.”
No comments:
Post a Comment